RACHEL Carson dalam buku Silent Spring (1962), dengan sinis mengutuk teknologi. “Teknologi tak lebih dari monster pembunuh dan perusak alam semesta,” ujar dia. Reaksi spontan itu muncul lantaran saat itu dia mengalami musim semi serbasunyi; tanpa kicauan burung, tanpa hiasan aneka bunga dan kerindangan pepohonan. Lingkungan rusak akibat pencemaran dan limbah aneka mesin Perang Dunia II.
Carson tak salah. Dia hanya satu dari sekian ribu anak manusia yang merasakan getah teknologi. Namun apakah itu bisa digeneralisasi — dengan kata lain, teknologi memang perusak kehidupan dan alam semesta? Tentu tidak! Karena, Carson dalam penutup tulisan mengklarifikasi, “Teknologi yang dijalankan manusia penuh nafsu dan angkara, itulah penyebab kerusakan dunia!”
Filosofi Keliru Keluhan Carson juga dirasa Fritjof Capra dalam Titik Balik Peradaban (2000). Senada dengan Carson, Capra mengurai hal-ikhwal mengapa manusia menggunakan teknologi untuk merusak alam. Penyebabnya, kata dia, akibat asupan filosofi cetak biru zaman pencerahan yang ditandai dengan Revolusi Industri. Berawal dari itu, manusia menganggap sistem kosmos layaknya mesin.
Pandangan itu dibarengi pengultusan teori antroposentrisme Barat; teori yang meyakini alam beserta isinya tak lebih dari alat pemenuhan kepentingan dan nafsu manusia. Alam bahkan dipahami kering nilai intrinsik, kecuali semata-mata nilai yang dilekatkan manusia.
Jika ditelisik jauh ke belakang, antroposentrisme Barat itu merupakan buah kesalahan yang bermula dari Aristoteles. Ada tiga kesalahan sangat fundamental dalam cara pandang itu. Pertama, manusia dipahami hanya sebagai makhluk sosial (social animal), dengan eksistensi dan identitas diri dibentuk lantaran komunitas sosialnya. Melalui corak pandang itu, manusia berkembang menjadi dirinya dalam interaksi dengan sesama komunitas sosialnya. Identitas manusia dibentuk oleh komunitas sosial, sebagaimana ia membentuk komunitas itu.
Kedua, etika, norma, dan nilai moral dibatasi hanya berlaku bagi manusia. Ma-khluk hidup lain beserta lingkungannya tak memiliki peran kunci layaknya manusia. Maka, manusia bisa berbuat sekehendak hati!
Begitu muncul dalil mekanik yang digagas Newton (1642), antroposentrisme Barat makin tak bersahabat dengan alam. Dalil itu berpendapat, alam tidak lebih dari mesin yang tak memiliki nilai atau status spiritual apa pun. Sementara, ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan hasil eksperimen terhadap fenomena dan keunikan alam dikukuhkan bebas nilai dan jadi sarana bagi manusia menjadi penguasa alam.
Newton bukan orang pertama yang memunculkan tesis itu. Teorinya merupakan hasil penyempurnaan pemikiran sang pendahulu sekaligus mahagurunya, Descartes. Guru Newton itu lebih ekstrem. Ketika hendak membangun metode ilmiah serta bangun ilmu alam yang lengkap, Descartes memperluas pandangan mekanistiknya tentang struktur materi hingga ke organisme hidup.
Dia menganggap tumbuh-tumbuhan dan binatang layaknya mesin. Adapun manusia tak lebih dari jasad kaku dan beku. Lantaran dihuni akal rasional yang terhubung dengan tubuh melalui kelenjar pineal yang diatur oleh mekanisme otak, terjadilah proses kehidupan.
Lebih detail, Descartes menjelaskan bagaimana gerak dan berbagai fungsi biologis tubuh dapat direduksi menjadi kerja mekanis untuk menunjukkan manusia tak lebih dari otomat belaka. Pemikiran Descartes itulah yang mengukuhkan arogansi teknologi dan pengetahuan ilmiah. Alam pun dieksploitasi secara besar-besaran; langit menyuram, pemanasan global mencairkan es di kutub hingga meninggikan permukaan air laut naik dan menenggelamkan pulau-pulau kecil, ruang kehidupan pun menyempit. Manusia tersudut pada krisis yang memperlemah kondisi wadaknya. Kondisi itu yang disebut Karen Amstrong (2001) sebagai dunia yang hampir sekarat.
Kesadaran Ekologis Sebelum alam hancur, tampaknya kita patut merenungkan ucapan Hossein Nasr (1976). Ilmu pengetahuan dan teknologi, kata Nasr, hanya alat yang bebas nilai. Manusialah yang menjalankan teknologi itu, entah untuk kemakmuran manusia atau kerusakan alam semesta. Maka, seru Nasr, jangan salahkan teknologi, tetapi bersihkan manusia sang pengguna dari nafsu serakah dan angkara murka.
Manusia harus disadarkan bahwa keinginan berlebih yang menyebabkan nafsu angkara itu tiada berbatas. Seperti kata Erich Fromm dalam buku To Have or to Be, keinginan itu merupakan sesuatu yang tak terbatas. Keinginan memiliki sesuatu akan memunculkan keinginan berikut yang melahirkan keserakahan. Keserakahan bersifat tak terbatas, tidak pernah sampai titik jenuh, karena menyangkut mental.
Padahal, kata Gandhi, dunia dan segala isinya ini — meski banyak melimpah — tidak akan memenuhi keserakahan. Meminjam istilah Robin Attfield (1978), manusia harus tegas merombak cara berpikir serta membudidayakan hawa nafsu secara positif. Sudah saatnya manusia menyadari, teknologi yang digerakkan atas dasar keserakahan dan kesombongan hanya akan membuat makin antilingkungan (antiekologis). Maka menjadi urgen pemahaman yang utuh dan menyeluruh (holistik) pada lingkungan beserta tata kosmosnya.
Paradigma antroposentris yang bersumber dari pemikiran linier harus dihilangkan. Sebab, pemikiran linier terhadap alam selalu salah kaprah; karena sejatinya ekosistem menopang dirinya dengan keseimbangan dinamis berdasar siklus-siklus dan fluktuasi, yang merupakan proses-proses nonlinier.
Kesadaran betapa penting ekologi bakal menjelma dalam diri manusia, jika pengetahuan rasional (metode ilmiah) yang angkuh itu dipadukan secara apik nan seimbang dengan pengetahuan intuisi yang berasal dari agama-agama besar di dunia beserta kebudayaan tradisional yang melingkupi.
Akhirnya, tidak tepat jika manusia menghujat teknologi sebagai biang kerusakan alam. Yang salah adalah manusia pengguna teknologi.
Ketika manusai telah kembali ke kesadaran intuitif, meminjam istilah John Casey sebagai revitalisasi etika masyarakat tradisional dan agama-agama universal, teknologi tidak akan menjadi alat penghancur alam. Sebab, kedua etika itu mampu mendasari perilaku manusia dan penciptaan teknologi yang beradab, santun, dan penuh keutamaan moral yang tinggi. Semoga. (51)
- Agus Wibowo, esais, pegiat Komunitas Aksara Yogyakarta
This blogspot theme one of the first templates I have created. This is free, supported and ready for download. If you have any questions feel free to leave your comment on my weblog. Hope you like it. Enjoy!
Manusia, Filosofi, dan Teknologi
About Me
Add me with FB
Blog Archive
- ▼ 2010(19)
- ▼ Oktober(13)
- Efisiensi Konversi Energi
- Manusia, Filosofi, dan Teknologi
- Mobil Jaguar XJ75 Platinum Concept 2010
- Teknologi Paling Canggih Di Dunia Saat Ini
- Solarcell Energy Masa Depan
- MIE BELALANG KEMBALI BERLAGA DI GELAR TEKNOLOGI TE...
- PENEMUAN TERBARU YANG MENGGEGERKAN TEORI FISIKA MO...
- Pesawat Tempur Tercanggih 2010
- 10 Penemuan dan Inovasi Tercanggih
- TEORI MANAJEMEN KLASIK
- TEKNOLOGI AUTOMOTIVE MASA DEPAN " RAMAH LINGKUNGAN...
- Air Oksidasi Berpotensi BBM Solar
- Komputer Terbaru 2010; Komputer Terkecil di Dunia ...
- ▼ Oktober(13)
Add your comment below